Home > Sastra

Bukan Pakai Senjata, Khomeni Berjihad Lawan Inggris dengan Gelorakan Bahasa Esperanto

Cara Khomeini melawan kolinial Inggris bukan dengan senjata tapi bahasa

Lain ceritanya di Belgia ada 3 bahasa resmi yakni bahasa Belanda, bahasa Perancis, dan bahasa Jerman, di Belgia penutur ketiga bahasa tersebut memiliki ego mereka masing-masing dan politik Belgia hingga hari ini ditentukan oleh persaingan 3 bahasa tersebut, yang paling kuat dari mereka ialah persaingan antara penutur bahasa Belanda dan bahasa Perancis.

Salah satu penyebab konfliknya ialah para penutur bahasa Perancis di Belgia yang kemudian dikenal sebagai wallonia, kebanyakan tidak mau belajar bahasa Perancis karena ego mereka dan mereka cenderung beranggapan bahasanya lebih baik dari bahasa Belanda.

Sedangkan komunitas berbahasa Belanda di Belgia atau yang dikenal sebagai kaum vlaanderen, banyak yang mau belajar bahasa Perancis maupun Jerman. Kalangan vlaanderen mau belajar bahasa Perancis dan kebanyakan kalangan wallonia tidak, inilah yang kemudian menjadi sumber konflik di Belgia karena adanya ego sektoral dan primordialisme macam ini.

Masalah ego penutur bahasa bukan hal yang baru sebenarnya di dunia, bahkan negara tetangga kita sendiri Malaysia memiliki masalah dengan ini. Banyak komunitas Tionghoa dan India di Malaysia tidak bisa berbahasa Melayu, sehingga banyak tokoh-tokoh Melayu di Malaysia sendiri yang memuji Indonesia karena kebijakan asimilasi terhadap etnis Tionghoa yang membuat banyak etnis Tionghoa di Indonesia mayoritas bisa berbahasa Indonesia.

Di Malaysia sendiri ada usulan untuk mengganti nama bahasa Melayu menjadi bahasa Malaysia untuk meniru Indonesia dan agar tidak berkesan etnosentrisme Melayu. Namun ide ini ditentang dan ditolak oleh banyak penyair, politisi, dan budayawan serta tokoh Melayu.

× Image