Home > Sejarah

Politik Pakai Sepatu di Indonesia Era Kolonial

Mencari jejak munculnya kesadaran bersepatu di masyarakat Batavia

Dalam foto perpisahan, Mas Atma Djoemena -- archivaris-expediteur di kantor Adviseur voor Inlandsche Zaken atau Urusan Pribumi -- terlihat berdiri tegap, berseraga putih, dan mengenakan sepatu cokelat gelap mengkilap. Sedangkan pribumi rendahan terlihat duduk, berseragam dan bertelajang kaki.

Dalam foto pelantikan regen Batavia 1924, Pangeran Adipati Ario Achmad Djajadiningrat -- bersema sekretarisnya yang orang Eropa -- keluar ruangan mengenakan sepatu, sedangkan bawahan yang menyambut tidak mengenakan sepatu.

Di sekolah-sekolah Belanda yang dimasuki pribumi, yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), ada kewajiban mengenakan sepatu. Mereka yang tak mengenakan sepatu akan dibuli oleh gurunya dengan sebutan a nice flag on muddy barge.

Sedangkan di Hogere Burger School (HBS), sekolah untuk kulit putih Belanda, tidak akan kewajiban eksplisit pakai sepatu, namun -- karena status sosial muridnya sedemikian tinggi -- pakai sepatu telah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Namun di sekolah khusus pribumi, misal di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), tidak ada keharusan mengenakan sepatu. Dalam banyak foto, murid STOVIA di Batavia mengenakan sandal, dan berpakaian adat dari setiap daerah.

Jadi, dari sudut pandang yang lain, sepatu bisa saja bukan merupakan upaya panjat sosial bagi pribumi. Sebab, ada aturan yang mengharuskan dan tidak mengharuskan. Artinya, bersepatu atau tidak bagi pegawai Hindia Belanda itu perintah dari atas.

× Image