Home > Sejarah

Melawan Arus Batang Kuantan, Kisah 75 Tahun Rombongan Syaruddin Menuju Ranah Rajo Ibadat

Mengenang pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada tanggal 19 Desember 1948.

Bergerak dan Berunding di Silantai

Setelah lebih seminggu bermukim, rombongan PDRI bergerak meninggalkan Sumpur Kudus tanggal 4 Mei 1949 menuju Silantai. Perjalanan dari Calau ke Silantai ditempuh dengan berjalan kaki.

Rombongan PDRI berangkat pada pagi hari dan sampai di Silantai menjelang magrib. Perjalanan dimulai dari jalan yang rata, mendaki perbukitan, menyeberang beberapa anak sungai, hingga menuju puncak perbukitan. Setelah itu, ada jalan setapak untuk menuruni bukit yang merupakan satu-satunya jalan bagi penduduk untuk menuju ke Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota.

Nagari Silantai terletak pada dataran tinggi, memiliki pemandangan alam yang elok, dan hawa yang sejuk. Masyarakat pun menyambut hangat kedatangan rombongan PDRI yang berjumlah 100 orang di nagari Silantai. Rombongan diinapkan oleh penduduk di beberapa lokasi, yakni Sungai Kolam, Guguk, Padang Aur (Staf Keuangan PDRI), dan Unggan. Khusus untuk rombongan tim Stasiun Radio AURI “UDO” ditempatkan di Siaur.

Meskipun posisi Silantai dianggap aman dari kejaran tentara Belanda, namun untuk menjaga keselamatan Ketua PDRI dan rombongan, Wali Perang Silantai bernama Hasan Basri, tidak mau mengambil resiko. Dia memerintahkan Ketua BPNK Silantai, M. Siran, untuk tetap berpatroli sampai di perbatasan Silantai.

Rombongan Stasiun Radio UDO menginap di rumah Wali Perang Hasan Basri; Harun Malik diinapkan di Lubuk Hijau; Mr. Lukman Hakim, Mr. Karim, Latif menginap di Tandak Onggan. Sedangkan Ketua PDRI menginap di Surau Tabiang.

Masyarakat senantiasa mengunjungi Sjafruddin Prawianegara di Surau Tabiang untuk mengantarkan makanan, minuman, dan buah-buahan. Meskipun statusnya sudah menjadi “Presiden”, namun Sjafruddin menolak menginap di rumah penduduk, dengan alasan ingin menjalankan ibadah salat.

Penting untuk diketahui bahwa Sidang Pleno PDRI terjadi ketika usia PDRI memasuki 7 bulan. Selama itu, PDRI telah pernah bersidang secara lengkap dua kali. Pertama, pada waktu pembentukan kabinet PDRI di amplasemen bekas pabrik teh di Halaban. Kedua, menjelang dibubarkannya PDRI di Silantai.

Persoalan di mana Sidang Pleno akan dilangsungkan menimbulkan perbedaan pendapat di tataran penulis sejarah: apakah di Sumpur Kudus atau di Silantai? Namun, persoalan ini akan dapat segera terjawab jika kita merujuk memoar Umar Said Noor yang menegaskan bahwa Sidang Pleno berlangsung di Silantai, bukan di Sumpur Kudus.

× Image