Home > Budaya

Mengejar Taliban Hingga ke Lahore

Taliban itu sebenarnya hanya siswa pendidikan Islam (santri).

Jendral ini kemudian melanjutkan pembicaraan bila kehidupan di wilayah Pakistan yang disebut radikal dan jadi sarang Taliban kini sudah berubah. Sekolah, faslitas kesehatan, dan kondisi perkampungan sudah mulai membaik. Pemerintas Pakistan memberikan perhatian penuh kepada kemajuan wilayah dan warga yang ada di sana. Hasilnya bom pun kini di negara di anak benua Asia ini sudah tak meletup-letup lagi.

''Ingat ya dari zaman Iskandar Zulkarnain, wilayah yang disebut sebagai tempat tinggal orang Taliban adalah wilayah yang tidak pernah tertundukan oleh perang manapun. Masyarakat di sana adalah orang yang dahsyat. Bila menjadi tentara mereka bisa bertahan seminggu hanya berbekal sepotong 'Nan' (roti gulung Pakistan) dan beberapa botol air putih. Mereka jagoan perang. Kalau dahulu kenal tentara Gurkha, ya mereka diantaranya berasal dari sana,'' katanya.

Kali ini aku hanya bengong saja mendengar cerita itu. Bayangan tentang Taliban tiba-tiba menghilang berubah menjadi sosok santri di kampung halaman di pesantren Jawa. Saya hanya menghela napas betapa dahsyatnya impuls negatif yang diberitakan oleh media atas sebuah kata yang bernama 'Taliban'. Sosok kata ini seolah menjadi begitu berbahaya. Kata taliban kini terkesan seperti sebuah pisau berburu dari Damaskus yang terkenal tajam berkilat. Taliban jadi terkesan haus darah dan ini bertolak belakang dengan kata aslinya.

Lagi-lagi, Taliban I am coming..!

× Image