Home > Agama

Imajinasi Politik Dalam Tradisi Asyura

Muslim perlu lakukan deradikalisasi Asyura!

Namun, kenapa tradisi Asyura di nusantara mulai kehilangan nilai-nilai perjuangan dan imajinasi politik emansipatoris?

Gus Baha dalam suatu ceramah memberi jawaban agak memuaskan. Terdengar simplifikasi, tetapi penjelasannya masuk akal. Bahwa Muslim Sunni lebih diajarkan jalan politik Hasan, saudara Husein, yang memilih politik kompromi, berunding, dan berdamai dengan lawan-lawannya di internal umat Islam. Berbeda dari jalan Husein, yang diikuti oleh Muslim Syiah. Husein membangun jalan pikiran revolusi dan politik tanpa kompromi terhadap kezaliman penguasa.

Bagi Gus Baha, jalan politik Hasan dan Husein sama benarnya. Hasilnya memang berbeda. Sunni lebih banyak kompromi, berunding, dan berdamai dengan para penguasa di negeri mereka. Dalam doktrin teologisnya, di negeri Sunni lebih baik punya penguasa tiran ketimbang tidak punya penguasa yang mampu mengatur ketertiban umum. Ketertiban dan kedamaian lebih penting dari keadilan.

Doktrin ini dipegang teguh oleh sebagian besar ulama di Indonesia. Kalangan Nahdiyin (NU) dan Muhammadiah kelihatannya bersepakat dengan jalan politik kompromi dan mengutamakan ketertiban umum. Politik emansipatoris yang berkarakter menggugat, kritis, dan mengguncang terdengar agak asing dari tradisi umat Islam di Indonesia.

Teori ini juga bisa menjelaskan gejala umum keterbelahan umat Islam dalam merespon isu Palestina. Negara-negara mayoritas Sunni percaya kasus Palestina-Israel harus diselesaikan dengan jalan politik, diplomasi, atau jalur perundingan. Saat yang sama mereka mengusulkan solusi dua negara, dimana Palestina dan Israel harus jadi negara tetangga yang hidup rukun damai.

Sebaliknya, komunitas Muslim Syiah percaya jalan revolusi nasional satu-satunya jalan yang tepat bagi rakyat Palestina. Mendukung kemerdekaan Palestina bermakna memaksa Israel angkat kaki dari tanah yang mereka duduki secara keseluruhan tanpa kecuali.

Kedua imajinasi dan aspirasi politik umat Islam itu berakar dari perbedaan mereka memaknai tradisi Asyura. Para pemimpin negara-negara Sunni yang terbiasa melupakan perjuangan Husein atau tidak menganggap penting peristiwa Karbala saat mereka memperingati Asyura, dengan mudah melupakan Palestina.

× Image