Home > Sejarah

Dari Keris Ken Arok, Cekik, dan Piting, Hingga Senjata Moderen Bernama Survei

Benarkah kita sudah melangkah jauh dari tradisi kekuasaan yang banal?

Situsai ini meski naif dan banal ternyata berlangsung sampai sekarang. Bayangkan baru saja Presiden Jokowi dilantik, kala itu publik politik sudah saling mengintip. Pengamat hukum tata negara, DR Margarito, sempat mengatakan merupakan hal yang ini lucu bin ajaib. Seolah para politisi sudah tak menganggap sosok penguasa yang baru saja eksis, sudah tak ada.

"Begitu dilantik, eh para elit politik langsung asyik dengan wacana politik baru. Mereka tampak mulai melupakan soal yang ada hari ini. Ini ciri permainan politik kekuasaan yang banal," katanya dalam sebuah perbicangan.

Namun, soal calon-mencalon presiden kali ini tak perlu dibahas. Hal yang jauh lebih esensial saat ini bagi umat Islam adalah soal pendirian partai politik baru. Beberapa waku lalu, dalam Konggres Umat Islam Indonesia di Belitung, Din Syamsuddin melemparkan wacana perlunya ada satu parti persatuan Islam. Alasannya agar kekuatan politik Islam tak terpecah; bisa kuat seperti sapu sebab hanya akan lemah tercerai berai bila hanya berdiri per satu batang atau kelompok. Kekuatannya tak berguna hanya seperti sepotong lidi.

Publik pun kala itu kemudian heboh dan ramai memperbicangkan acara itu. Seorang rekan aktivis yang mengelola Radio Politik, Adan Balfas, sudah menyatakan siap melakukan siaran langsung. "Ini sangat menarik. Kita lihat responsnya seperti apa. Kami akan siaran labgsung dari sana," katanya kala itu

Becermin dari gairah menyambut kekuasaan baru itu, kita wajjib bertanya pada diri sendiri, apakah kita akan mengulang kebanalan kekuasaan dan politik yang sudah meruoakan tradisi turun-temurun. Bisakah politik membuat hidup kita bahagia,adil, dan sejahtera? Apakah kekuasaan hanya untuk sekelompok elit saja?

Harapannya memang tidak! Kita ingin mewariskan negera dalam keadaan gilang gemilang dan lestari. Kita semua ingin penguasa menjadi pelindung sejati rakyatnya....!

× Image