Home > Sastra

Mengenang Sang Arjuna Mencari Cinta: Seperti Daun, Yudhis Runduk Pada Musim

Mengenang Yudhistira Massardi meninggal setelah merayakan ulang tahun ke-70

Saya mulai menulis cerita pendek ketika bersekolah di Taman Dewasa, Yogyakarta, sekolah Tamansiswa yang setara dengan sekolah menengah pertama. Yudhis, yang lebih dulu pindah ke Kota Gudeg, ternyata juga sudah mulai mengarang. Namun, karena tidak punya mesin tik, kami tidak pernah mengirimkan karangan-karangan itu ke media massa.

Karena situasi ekonomi keluarga kami memprihatinkan, saya memutuskan kembali ke Subang untuk menemani Emak, sementara Yudhis tetap di Yogyakarta hingga menyelesaikan Taman Madya, sekolah Tamansiswa yang setara dengan sekolah menengah atas. Bapak kemudian membuka bengkel sepeda di Wates, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada 1969, saya pindah ke Jakarta dan tinggal di rumah majikan orang Tionghoa asal Subang di Kampung Bali, Tanah Abang. Di tengah pekerjaan di rumah dan pasar itulah saya mulai menulis puisi dan cerpen dengan tulisan tangan. Abang saya, Mashuri, mengetik dan mengirimkannya ke pelbagai media di Jakarta. Suatu kali, saya mengikuti lomba mengarang cerpen Warta Minggu, koran milik Kosgoro, dengan ketua dewan juri Iwan Simatupang, sastrawan dan redaktur di koran itu. Cerpen saya terpilih sebagai salah satu pemenang. Sejak itu, beberapa karya saya dimuat di berbagai media.

Mengetahui hal itu, Yudhis, yang masih tinggal di Yogyakarta, makin bersemangat menulis dan mengirimkan karyanya kepada saya untuk disampaikan kepada para redaktur di Jakarta. Karyanya pun mulai banyak dimuat media. Saat itu Yudhis juga bergabung di Persada Studi Klub pimpinan Umbu Landu Paranggi, redaktur mingguan Pelopor, bersama para penyair Yogya lain yang kelak hampir semuanya terkenal, seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi AG, dan Suwarno Pragolapati. Honor-honor tulisan Yudhis saya ambil sendiri di kantor koran yang memuatnya, lalu saya kirimkan melalui wesel pos. Yudhis selalu berpesan: “Tolong tuliskan itu sebagai honor tulisanku yang dimuat di koran tersebut biar teman-teman di Yogya cemburu.”

Yudhis baru hijrah ke Jakarta pada 1972 dan bergabung dengan saya untuk mengembangkan Teater Bulungan, sebuah grup di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (GRJS) Bulungan. Meskipun secara resmi menumpang di rumah seorang sepupu Emak di Asrama Kostrad, Kebayoran Baru, sehari-hari kami tidur di pelbagai ruangan di dalam kompleks GRJS Bulungan.

Pada awal 1976, kami ditawari bekerja di majalah Le Laki yang dipimpin Teguh Esha, pengarang novel Ali Topan Anak Jalanan. Setelah ikut menggarap tiga edisi awal, saya terpaksa meninggalkan majalah itu dan berangkat ke Paris, Prancis, untuk menyusul pacar saya, Rayni, yang melanjutkan studinya di sana.

Nama Yudhis makin tenar sebagai pengarang prosa dan puisi. Novelnya, Arjuna Mencari Cinta (1977), memenangi pelbagai penghargaan, seperti Bacaan Remaja Terbaik Yayasan Buku Utama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Novel itu lalu diterjemahkan ke bahasa Jepang dan diadopsi menjadi film. Dia juga mendapat beasiswa dari Japan Foundation untuk bermukim selama tujuh bulan di Kyoto dan Tokyo serta terpilih mengikuti Program Penulisan Kreatif di Iowa, Amerika Serikat, selama tiga bulan.

× Image