Home > Sejarah

Risalah Kaliurang dan Perjanjian Renville yang Nyaris Gagal

Pertarungan Belanda vs Indonesia akan beralih dari peluru (bullets) ke kotak suara (ballots).

Delegasi meminta CGD mendesak Soekarno untuk membuat pernyataan tertulis. Isinya, menerima semua prinsip Perjanjian Renville tanpa syarat.

Burgers tidak menjelaskan apakah Soekarno sekali lagi menyerah dan membuat pernyataan tertulis. Yang pasti, ada atau tidak pernyataan tertulis Soekarno, pihak RI tetap pada assumsi Perjanjian Renville tidak mengubah status Republik.

Cosette Adriaans, dalam De Nederlands-Australische relaties in het jaar 1948. Van de ondertekening van Renville op 17 januari 1948 tot de Tweede Politionele Actie op 19 december 1948, menulis delegasi Belanda kecewa setelah tahu RI menerima Perjanjian Renville berdasarkan interpretasi CGD yang disebut Risalah Kaliurang.

Van Vredenburch, wakil delegasi Belanda, berpikir Kirby menggadaikan dirinya. Tapi, ia merasa itu tidak aneh. Kirby mendapat instruksi dari pemerintahnya.

Di Belanda, Perdana Menteri LJM Beel, yang sempat mengancam RI dalam pidatonya di Jakarta, menyebut CGD tergelincir. Beel tidak sendiri. Sebagian besar orang Belanda terkejut dengan apa yang dilakukan CGD dan tidak percaya lagi.

Van Vredenburch menganggap CGD adalah komite arbitrase, bukan komite pelayanan yang baik. Setelah Perjanjian Renville, tiga angora CGD pergi ke New York untuk muncul di hadapan Dewan Keamanan. Setelah itu terjadi pergantian.

Kirby ditarik, dan digantikan Thomas Critchley. Graham diganti Coert Du Bois. Sial bagi pihak Belanda. Critchley ternyata jauh lebih sulit dibanding Kirby. Diplomat muda Australia itu disebut-sebut terlalu berpihak ke RI, dan kerap terlibat perdebatan sengit dengan Belanda.

Du Bois beberapa kali berusaha menengahi, sampai akhirnya wakil AS itu juga menyetujui tindakan Critchley. Satu-satunya orang pro Belanda di CGD tidak bisa berbuat apa-apa.

Penukis: Teguh Setiawan, mantan Jurnalis Republika.

× Image