Home > Budaya

Ade Armando, Kekerasan Massal, dan Indeks Permusuhan

Saatnya perbedaan politik dan agama dirayakan bukan dengan permusuhan
Ade Armando saat ditolong petugas kepolisian saat di keroyok sekelompok masa di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di Gedung DPR/MPR Senayan, Senin kemarin.
Ade Armando saat ditolong petugas kepolisian saat di keroyok sekelompok masa di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di Gedung DPR/MPR Senayan, Senin kemarin.

Oleh: DR Denny JA, Pendiri LSI dan Ketua Umum Perhimpubab Penulis Satu Pena.

“Kebencian dan intoleransi adalah musuh terbesar masyarakat yang beragam,” ujar Mahamatma Gandhi.

Ucapan ini yang teringat ketika saya menonton lebih dari 10 video soal kekerasan yang menimpa Ade Armando.

Hari itu, 11 April 2022, di tengah riuh rendah aksi mahasiswa, Ade Armando, dianiaya. Di sana, di tengah keramaian itu, entah berapa banyak yang memukulnya beramai- ramai.

Ade terjatuh. Ia tak hanya dipukul. Juga diinjak- injak. Pakaiannya dilucuti. Di satu video itu nampak Ade terguling. Dua tangannya melindungi wajah. Celana panjangnya dilucuti. Ia nyaris ditelanjangi.

Terdengar suara yang beragam di sana. Ada yang melindungi: “Sudah cukup. Cukup.” Ada yang menyeru: “Darahnya Halal!”

Terdengar jelas suara emak- emak dan lainnya bersahutan: “"Buzzer, buzzer, bulan puasa,

munafik, pengkhianat,

penjilat.”

Tak kalah mengerikan membaca komentar di luar berita, yang menanggapi berita soal peristiwa itu di media sosial.

Di samping ada yang membela Ade, jauh lebih banyak yang mensyukuri peristiwa itu.

× Image