Home > Budaya

Jejak Haedar Nashir dan Yahya C Staquf Sebagai Begawan (Bag, 1),

Kisah Haedar Nashir dan Yahya Staquf
Haedar Nashir dan Yahya C Staquf berpelukan dalam sebuah acara.
Haedar Nashir dan Yahya C Staquf berpelukan dalam sebuah acara.

Haedar Nashir Sebagai Begawan Moderasi: Refleksi Sosiologis

Oleh: Dr Muhammad Najib Azca, Dosen Sosiologi UGM dan Wakil Sekjen PBNU

Cerita kecil itu terpaut dengan dua sosok alumni sosiologi UGM yang kemudian menjadi pimpinan tertinggi dua organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia yaitu Haedar Nashir dan Yahya Cholil Staquf. Mas Haedar—demikian saya biasa memanggil beliau—merupakan alumni program studi S2 dan S3 Sosiologi UGM yang kemudian terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah selama dua periode: 2015-2022 dan 2022-2027.

Sedangkan Gus Staquf—demikian sebutan saya di tulisan ini, merupakan alumni program studi S1 Sosiologi UGM yang terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Ulama (NU) periode 2022-2027.

Bagi Departemen Sosiologi UGM, merupakan berkah raksasa telah menjadi kancah dan kawah candradimuka bagi dua sosiolog istimewa yang kemudian menjadi begawan moderasi dan sekaligus menjadi pucuk pemimpin dua organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (bahkan di dunia) tersebut.

Kiprah dan peran Muhammadiyah dan NU dalam demokrasi dan perdamaian, termasuk di level internasional, bisa dibaca dalam buku yang merupakan hasil riset Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM berjudul Dua Menyemai Damai: Peran dan Kontribusi Muhammadiyah dan NU dalam Demokrasi dan Perdamaian (Azca dkk, UGM Press, 2019).

× Image