Home > Budaya

Rakyat MIskin dan Tertindas Masih Perlu Menunggu Datangnya Ratu Adil?

Ratu adik itu impian purba semua manusia.

Melaluoi kajian Iskandar, bagi gerakan Ratu Adil legitimasi agama atau kepercayaan memang prasyarat yang sangat penting. Ini dapat dimengerti karena bila memakai ajaran agama, maka orang pun akan berani mati untuk membela orang dan ajarannya. ''Dan memang, pada abad-abad tersebut yang paling menonjol semangat munculnya Ratu Adil itu didorong oleh ajaran Islam. Akibatnya, pihak kolonial akan selalu 'memasang mata' curiga bila ada orang Islam yang punya pengikut banyak.''

Lalu, dari mana asal usul mitos Ratu Adil? Untuk menjawabnya, ada sebuah tulisan hasil wawancara mendiang Prof DR H Mohammad Rasyidi dalam Majalah Prisma edisi I tahun 1977. Menurut Rasyidi, harapan akan datangnya seorang 'juru selamat' itu merupakan gejala kemanusian yang umum. Orang berada dalam penderitaan atau tekanan yang tak tertahankan, akan mengharapkan datangnya seseorang yang bisa membebaskannya dari penderitaan itu. Nama 'juru selamat' itu berbagai macam, bisa saja Mesiah, Ratu Adil, Al Masih, atau Imam Mahdi.

''Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, gejala ini sudah berkembang di kalangan bangsa Yahudi. Semula mereka mempunyai kerajaan besar yang kemudian ditaklukkan oleh bangsa lain. Mereka ingin kerajaan itu kembali melalui tangan seorang juru selamat. Perjanjian Lama memang meramalkan datangnya 'Mesiah' itu walaupun ada beberapa keterangan yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan, 'Mesiah' akan datang dari keturunan Nabi Daud, yang mengembalikan kebesaran kerajaan Daud dahulu,'' ujar Rasyidi yang juga mantan menteri agama itu.

Namun, ada juga yang mengatakan 'Mesiah' itu dilahirkan secara supernatural oleh seorang wanita. Oleh karena itu, ketika Isa dilahirkan dan menjadi nabi pada usia 30 tahun, banyak orang yang berharap agar ia memainkan peran sebagai 'Mesiah' dalam arti penyelamat yang akan membebaskan bangsanya dari penindasan bangsa lain. Kalau perlu, menggunakan kekerasan. Namun, Nabi Isa menolak melakukan peran itu. Ia menganggap dirinya bertugas menyelamatkan domba-domba Israel dari kebangkrutan rohaniah, bertindak semacam pembaru bagi agama Yahudi. Ia mulai kebangun rohani dalam agama yang semakin legalistis dan mekanistis itu.

''Namun, ide tentang juru selamat tak pernah hilang dari bangsa Yahudi yang sejak ribuan tahun mendambakan kedatangannya. Kalau kita perkirakan masa antara Perjanjian Lama sampai baru itu sekitar 1.500 tahun. Maka, sepanjang waktu itu harapan akan datangnya 'Mesiah' tiap-tiap kali timbul kembali.

× Image